MATERI
BAHTSUL MASAIL
BIDANG
MUNAKAHAT DAN AHWALUSYAKHSYIYAH
Oleh: O.Mukromin,S.Ag
Penghulu KUA Kec.Jatitujuh
A.
Identifikasi
Masalah
Polemik Ijab dan Qabul dalam transliterasi
Bahasa Sunda
B.
Pembahasan
Umum
Di antara rukun nikah adalah adanya ijab
kabul. Ijab adalah perkataan wali pengantin wanita kepada pengantin pria:
Zawwajtuka ibnatii…(dalam bahasa Arab)
Jika sudah dilakukan ijab kabul dan dihadiri
dua saksi laki-laki atau diumumkan (diketahui halayak), maka nikahnya sah.
Dalam pengucapan ijab kabul, tidak disyaratkan
menggunakan kalimat tertentu dalam ijab kabul. Akan tetapi, semua kalimat yang
dikenal masyarakat sebagai kalimat ijab kabul akad nikah maka status nikahnya
sah.
Lajnah Daimah ditanya tentang lafadz nikah.
Mereka menjawab,
Semua kalimat yang menunjukkan ijab kabul maka
akad nikahnya sah dengan menggunakan kalimat tersebut, menurut pendapat yang
lebih kuat. Yang paling tegas adalah kalimat: ‘zawwajtuka’ dan ‘ankahtuka’,
kemudian ‘mallaktuka’. Fatawa Lajnah Daimah (17:82).
Bolehkah akad nikah (ijab kabul) dengan selain
bahasa Arab?
Pendapat yang lebih kuat, bahwa akad nikah sah
dengan selain bahasa Arab, meskipun dia bisa bahasa Arab. Disebutkan dalam
Mausu’ah Fiqhiyah al-Kuwaitiyah:
Mayoritas ulama berpendapat bahwa orang yang
tidak bisa bahasa Arab boleh melakukan akad nikah dengan bahasa kesehariannya.
Karena dia tidak mampu berbahasa Arab, sehingga tidak harus menggunakan bahasa
arab. Sebagaimana orang bisu.
Meskipun ada perselisihan ulama tentang akad
nikah dengan selain bahasa Arab, diantaranya:
1. Akad nikah sah dengan bahasa apapun, meskipun
orangnya bisa bahasa Arab. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafi’iyah – menurut
keterangan yang lebih kuat –, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Qudamah.
Dalam hal ini kedudukan bahasa non-Arab dengan bahasa Arab sama saja. Karena
Orang yang menggunakan bahasa selain Arab, memiliki maksud yang sama dengan
orang yang berbahasa Arab.
2. Akad nikah tidak sah dengan selain bahasa
Arab. Meskipun dia tidak bisa bahasa Arab. Ini adalah pendapat sebagian ulama
Syafi’iyah. Mereka beralasan bahwa lafadz ijab kabul akad nikah statusnya
sebagaimana takbir ketika salat yang hanya boleh diucapkan dengan bahasa Arab.
3. Akad nikah sah menggunakan selain bahasa Arab,
dengan syarat pelakunya tidak bisa bahasa Arab. Jika pelakunya bisa bahasa Arab
maka harus menggunakan bahasa Arab. Ini adalah pendapat ketiga dalam madzhab
syafii.
Di
wilayah Jawa Barat hampir di setiap akad nikah, menggunakan translate atau
terjemahan dalam bahasa sunda dengan redaksi yang berbeda khususnya untuk
wilayah Priangan Barat dan Timur (kecuali Cirebon dan Indramayu). Perbedaan
tersebut diantaranya:
a. Wilayah Priangan Barat
Kalimat Ijab : simkuring/bapa nikahkeun anjeun
ka pun anak (fatimah) kalawan mahar mangrupi alat solat dibayar kontan
Kalimat Qabul: Tarima
abdi nikah ka fatimah putri bapa kalawan mahar
mangrupi alat solat dibayar kontan
b. Wilayah Priangan Timur
Kalimat
Ijab : “ simkuring/bapa nikahkeun anjeun ka pun anak (fatimah) kalawan mahar mangrupi alat solat dibayar kontan”
Redaksi
lain: “simkuring/bapa nikahkeun pun anak (fatimah) ka anjeun kalawan mahar mangrupi alat solat dibayar kontan”
Kalimat
Qabul: Abdi Nampi nikahna fatimah putri
bapa kanggo diri abdi kalawan mahar mangrupi alat solat dibayar kontan”
Makna “Zawajtu-ka-ha”
dalam bahasa Arab terdapat kalimat fiil madhi dengan dua maf’ul (objek) “ka” (anda/anjeun (untuk laki-laki)) dan “ha” (dia (untuk wanita)). Sedangkan qabul, di
wilayah priangan barat menterjemahkan “qobiltu” (bahasa Arab) dengan “ Tarima Abdi” , sedangkan wilayah timur menterjemahkan dengan “ Abdi Nampi” secara arti bahasa keduanya mempunyai arti
yang berbeda, kalimat “Tarima Abdi”
membelakangkan subyek yang mengandung arti perintah. Atas dasar inilah hal
tersebut perlu dibahas oleh pakar-pakar bahasa sunda untuk menyatukan pemahaman
arti yang benar secara aturan bahasa, supaya tidak terjadi perselisihan
pendapat yang berujung pada sah dan tidaknya akad nikah.
C.
Kamus
Sunda
Di dalam Kompilasi Hukum Islam (Bab IV,
Kompilasi Hukum Islam),ijab kabul merupakan
rukun pernikahan. Bahwa untuk dapat melaksanakan perkawinan harus ada :
a. Calon Mempelai
b. Calon Istri
c. Wali nikah
d. Dua orang saksi dan
e. Ijab dan Kabul
Ijab qabul merupakan rukun dalam akad nikah, secara
redaksi tidak dijelaskan dalam undang-undang atau peraturan pemerintah,sehingga
menimbulkan ketidakpastian hukum dan hanya mengandalkan keyakinan masing-masing
golongan atau fatwa ulama setempat dan ini harus di bahas oleh pakar bahasa
sunda.
Hasilnya:
Dari
penerjemahan tersebut ada kesesuaian dengan terjemah Priangan Timur dalam hal
mendahulukan subyek yakni kata “ Abdi”. Dari hal tersebut terjadi dilema bagi KUA untuk
menentukan hukumnya sehingga perlu ada ketegasan hukumnya berdasarkan undang-undang atau
peraturan pemerintah atau Fatwa MUI Jawa Barat.
bagaimna klo ijab kabul ny mnjwb pakai bhs Indoneseia
ReplyDeleteTampi abdi nikah ka putri bapa .... Binti .... ku mas kawin ..... di bayar kontan
ReplyDeleteMenurut saya Tampi abdi sama saja dengan Tarima Abdi yang mengandung makna perintah,jadi bila lebih hati-hati gunakan kalimat Abdi nampi atau boleh "Saya terima" (bhs Indonesia)
DeleteSanes na kieu akang nampi abdi nikah ka ____ binti bapa_____ kalayan maskawin emas 10 gram di tambah seperangkat alat sholat di bayar kontan
ReplyDeletemenurut saya kalimat itu agak mendingan ketimbang yang TAMPI ABDI, tapi ya balik lagi ke undak usuk basa sunda,kayaknya kurang pas dgn undak usuk basa sundanya,semua itu sih balik lagi ke pemahaman dan transliterasi yg pas, cuman yg klo mau hati-hati dgn bahasa ya balik ke undak usuk basa itu
Delete